Khatulistiwa adalah sebutan untuk bermacam-macam kehidupan, daratan, tumbuhan, makanan, bangsa, biotik, abiotik, sinar mathari yang melimpah, hujan yang melimpah dan...kehidupan yang bervariatif. Sungguh bervariasi, menarik, beragam, sama halnya juga dengan blog-ku ini.

Blogger news

Minggu, 09 Desember 2012

Catatan : Menggelitik Ketenangan Batin Kartika

Kartika begitulah namanya. Gadis yang beranjak dewasa ini mendatangi sebuah seminar nasional. Batik coklat bergaya chiness membalut tubuhnya yang tinggi, menjadikannya nampak anggun berjalan. Meskipun, dia mengenakan sandal jepit ke ruang convention hall di kampusnya. Ia nampak percaya diri. Ia tak pernah ingin tampil biasa dari biasanya. Dia ingin ada yang berbeda, ingin ada sebuah gaya memberontak dari segi penampilannya. Ia ingin terlihat resmi, tapi tetap santai. Batik adalah simbol sebuah ke-formalan. Sandal jepit adalah simbol keluwesan dan rasa santai. Dikenakan juga celana panjang berwarna hitam berbahan kain dan wajahnya dihiasi kerudung ala sederhana saja. Setiap langkah yang ia ayunkan mengisyaratkan ada rasa berani. 
Saat beberapa hardcopy materi dan cemilan ia terima dari panitia acara seminar, ia pandangi seisi lobi, memperhatikan sekitarnya, dan ia semakin mantap memasuki ruang pertemuan. Ada sejuta rasa keingintahuan tentang dunia Pustakawan. Sudah lama ia tak mengikuti acara seminar-seminar atau agenda-agenda lainnya yang itu semua dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan seseorang. Sehingga, pandangannya terhadap suatu ilmu semakin berharga.
***

Caranya mencari tempat dudukpun berbeda dari yang lainnya. Jika yang lainnya selalu duduk dengan orang-orang yang dikenalnya. Tidak dengan Kartika. Bagi Kartika, duduk itu bisa dimana saja dan dengan siapa saja. Karena tujuannya mengikuti agenda seminar/ semacamnya adalah untuk beribadah mencari ilmu demi menjalankan perintah Tuhan. Hal demikian itu sudah menjadi kebutuhan-nya. Baginya yang terpenting adalah ilmu yang bakal ia dapat, kalau ada teman/ yang lainnya itu adalah hadiah dari Tuhan. Kelihatannya sepele. Tapi, dari yang kelihatannya sepele itulah menjadi nikmat tersendiri.

Ia-pun memilih posisi beberapa baris dari belakang. Agar pandangannya bisa luas memandang depan, dan ke segala arah. Kedatangan tamu yang masukpun disuguhi alunan musik tradisional ala Jogjakarta. Jenis musik tradisional yang serba dari bahan bambu itu, terutama irama angklung, memang menjadi daya pikat tersendiri bagi setiap orang yang mendengarnya. Iramanya menenangkan hati dan membuat diri menjadi harmoni.
Alunan musik tradisional memberi atmosfer damai dan ringan untuk menerima ilmu yang mungkin nanti dirasa berat/ sulit dicerna. Apalagi, tema seminar seputar dunia Pustakawan dari sudut pandang Akademisi dan Praktisi. Dari tema itu saja sudah bakal bisa ditebak, bahwa kedua bidang tersebut akan mengalami benturan dalam banyak hal. Karena, pada hakikatnya, dunia akademisi selalu melakukan banyak teori/ pemikiran yang merujuk pada sebuah IDEALISME. Namun, dalam pelaksanaannya akan mengalami benturan dengan birokrasi pemerintahan pada masing-masing negara. Ya, ini khususnya yang terjadi di Indonesia. Maka, untuk mengurangi ketegangan menerima ilmu nanti, sajian musik tradisional sungguh tepat digunakan bagi penghibur/ pengrileks suasana, pikir Kartika.
Tak ayal senyum sumringah terpancar dari raut mukanya yang semakin menambah manis wajah ayunya. Cie...
***

Ketua Panitiapun tampil mewakili seluruh panitia dalam mengahanturkan permintaan maaf dan terimakasih kepada audiens dalam pelaksanaan acara. Sosok ketua panitia ini nampak sudah mempersiapkan apa-apa yang aka disampaikan kepada hadirin. Sehingga, menghasilkan sambutan yang apik didengar dan efektif penyampaiannya. Terdengar pemilihan kata-kata yang tak biasa untuk hadirin yang tak biasa juga. Nampak, rasa bertanggungjawab dirimu dan mampu memimpin suatu perhelatan.

Pandangan mata Kartika tiba-tiba tertuju pada sosok lelaki berbusana batik biru.
Entah, kenapa Kartika tiba-tiba memandangnya dari kejauhan, ya... itu beberapa saat. Biasanya, kalau ada sesuatu yang tiba-tiba ia pandangi tanpa ada rasa/ pikiran apapun, hanya memandang "pure", pasti yang dipandang itu bakal ada "sesuatu". Tapi, Kartika belum tahu, apa itu?
Dan, memang benar, seperti biasa. Pandangan Kartika yang "pure" itu sudah memberi isyarat yang memang perlu diperhatikan selanjutnya. Sosok tadi,  dipanggil oleh MC untuk memimpin doa. 
Kartika, menjadi tersenyum geli melihat apa yang biasa "pure" bisa ia rasakan, menjadi "isyarat" terhadap sesuatu itu dan menjadi bukti nyata adanya "sesuatu". Bertambah senang lagi, sosok itu adalah sahabatnya dalam ber-blak-blakan cerita ataupun hal lain.
Bangga Kartika memiliki sahabat seperti sosok itu. Sungguh, ada rasa bangga memiliki kawan sepertinya, yang pandai agama dan selalu berusaha meraih yang diimpikannya. Ada banyak hal dari sosok itu yang membuat Kartika iri. Terutama dalam hal prestasi di bidang akademik dan IT pada prodi yang sama-sama digeluti. Menurut Kartika, sosok ini lebih pandai akademiknya daripada Kartika. 

Acarapun disambung dengan pembacaan puisi yang diiringi petikan melodi gitar ala seniman muda. Desiran nada-nada gitar itu mengiringi audiens berlayar ke samudera ilmu, di dunia "baca" dan "buku". Merdu sekali petikan gitarmu, teman. Kartika menyukainya. Takka ada yang menyangka dalam keseharianmu yang pendiam dan tak banyak diketahui orang, engkau pandai berbicara dengan seni musik, teman. Kartika belajar pada sosok yang nampaknya "biasa" saja dalam keseharian, tapi ternyata mahir dalam ketrampilan tertentu tanpa harus mengumbar ketrampilan/ ilmu yang dimilikinya.
Sungguh itu menggelitih ketenangan batinku pada sebuah perubahan yang mesti dilakukan.

Kartika bertambah tergelitik, oleh sosok perempuan yang membacakan puisi. Itu mengingatkannya pada masa kecil Kartika. Masa di saat sekolah dasar, ia selalu ditunjuk gurunya untuk mengikuti berbagai perlombaan. Salah satunya membaca puisi. Ya, syukur allhamdulillah ketika itu ia mampu meraih juara tiga tingkat kecamatan dan mendapat sertifikat. Sayang sekali sertifikat-sertifikat yang pernah ia peroleh tidak ia ambil. Padahal, dengan sertifikat itu-lah menjadi kesempatannya mengikuti lomba ketika Ia sudah SMP. Ya, Ia hanya bisa memandang saja ketika ada informasi lomba baca puisi. Karena salah satu syaratnya memiliki sertifikat pernah mengikuti lomba sebelumnya.
Hal, itu menjadi pengalaman berharga baginya. Kini, setelah dewasa kenangan "kegagalannya" itulah kadang menyelimuti pikirannya. Membuat efek malas menulis diari, cerpen, puisi, atau membaca puisi. Padahal dulu rajin melakukan kegiatan itu. Hal itu bisa menjadi ketrampilan yang diperoleh secara otodidak untuk menggali ilmu dan menghargai kehidupan yang berilmu.
Bagi Kartika, sosok perempuan dalam membacakan puisi dalam acara itu terdengar "sampai" pesannya kepada audiens, hanya sedikit ada beberapa kata yang cacat dalam menyampaikannya. Tapi, it'a all Ok, guys. 
Kartika tak melihat cara sosok itu berpuisi, karena Kartika hanya ingin mendengar isi puisi yang dibacakan. Intinya, puisi itu menyampaikan bahwa, "lewat buku dapat merubah dunia, orang dan pandangan. Dapat membawa pada kebaikan maupun keburukan. Lewat tulisan yang sudah mengalami proses pemikiran manusia itulah dunia dapat dibentuk baik maupun buruk. Bahkan, tulisan ayat-ayat Tuhan juga membawa perubahan pada akhlak manusia"
***

Kartika menjadi ingat kata-kata mutiara kehidupan, bahwa "hal yang paling menyakitkan adalah melihat teman/ sahabat kita lebih sukses/ berhasil daripada diri kita.
 Namun, ketika kita mampu berlapang dada, keberhasilan mereka harusnya MENJADI Cambuk bagi diri untuk lebih Berhasil dikemudian hari"
Orang yang bijaksana dalam hidupnya adalah orang yang mengetahui kekurangannya, kemudian mau memperbaiki diri.
***
Semoga, pelajaran itu menjadi cambuk bagi Kartika dalam menggapai impian dan harapannya sesegera mungkin.
Memang apa sih impian dan harapan Kartika?
1. Sejak kecil menyukai dunia puisi, dan ingin mampu meraih medali lomba baca puisi, sebagai bukti eksistensi diri.
2. Sejak kecil ingin mampu menulis yang berkualitas, sehingga tulisannya termuat diberbagai media massa maupun dalam bentuk buku.
3. Sejak kecil ingin menjadi pengusaha yang mampu menyediakan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, sehingga mengurangi pengangguran
4. Semenjak memasuki PRODI Perpustakaan, bercita-cita memiliki tamanbacaan/ perpustakaan desa, dan perpustakaan itu menjadi sangat bermanfaat untuk masyarakat/ berkualitas.
5. Belajar dari buku, bahwa benda berharga yang pertamakali ingin dimiliki adalah memiliki RUKO. Hal itu, dikarenakan ruko bisa sebagai tempat tinggal, sekaligus tempat usaha yang memberi kehidupan. Bukan hanya menjadi Pekerja pada pihak lain. Hal itu, berarti "tidak Mandiri", masih bergantung pada orang lain. Padahal, kita sudah dibekali ilmu dan dididik untuk hidup mandiri.
6. Mengabdikan hidup untuk mengabdi pada masyarakat. Karena, manusia yang berharga adalah manusia yang hidupnya bermanfaat untuk masyarakat/ oranglain dalam kebaikan.
7. Semenjak SMP ingin menjadi orang tua asuh bagi anak-anak yang kurang beruntung.
8. Menjadi istri yang berbakti baik, pada suaminya juga keluarganya.
9. Menjadi anak yang berbakti kepada orangtuanya/ tidak mengecewakan ibu-bapak.

Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© Khatulistiwa ON-LINE
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top